Sebuah Perjalanan Menjaga Warisan
Sebuah Perjalanan
Cerita berawal dari hari keberangkatanku menuju sebuah kota untuk menuntaskan kegiatan peringatan hari bumi dan hari lingkungan hidup sedunia. Pukul 06.00 adalah waktu yang tepat untuk memulai aktivitas. Saya dan seluruh panitia memulai perjalanan dari kota Pahlawan. 2 jam perjalanan menggunakan transportasi darat, akhirnya kamipun sampai.
Sebuah desa yang dalam kondisi berproses untuk membangun desa mandiri adalah tujuan kami. Desa Semare, begitulah gapura desa tertulis gagah menyambut kami. Sesampainya di desa, segera bergegas kami memulai briefing seluruh panitia, peserta, dan delegasi. Briefing kami tujukan demi lancarnya proses kegiatan yang akan dilangsungkan nantinya.
10 menit perjalanan kami tempuh dengan berjalan kaki sambil membawa bibit-bibit mangrove yang siap untuk ditanam di pesisir pantai. Melewati gang-gang kecil rumah warga kami menyapa dan mengajak mereka untuk menanam bersama. Masyarakat setempat terutama anak-anak kecil di desa ini sangat gembira atas hadirnya kami.
Ikhtiar Merawat Alam
Hamparan luas pantai dan beberapa perahu nelayan bersandar menanti kami. Setelah melewati galangan tambak dan jembatan besi yang tampak rapuh karena karat, kami berkumpul di pinggir pantai untuk membagikan alat tanam. 50 orang mahasiswa membersamai penanaman ini. Dengan arahan dari pemerintah desa setempat kami melakukan penanaman menyisir hingga puluhan meter dari bibir pantai. Anak-anak antusias membantu penanaman, dan tak kalah juga ada seorang bapak warga setempat dengan lipatan sarungnya ikhlas mondar-mandir membantu distribusi bibit dan ajir dengan berjalan melewati jembatan kayu diatas lahan penanaman yang kami tanami.
130 bibit tertanam tegak memanjang menantang laut. kotor, bau, peluh dan keringat bercampur aduk tak membuat kami puas untuk berbakti pada alam. Tepat setelah kami menuntaskan bibit terakhir untuk ditanam, air laut mulai pasang. Ya, waktu yang tepat untuk menyelesaikan penanaman.
Recycle
15.00, begitulah angka yang terlihat dari jam tanganku. Semua panitia bergegas menuju balai desa Semare. Ada penyuluhan tentang Ecobrick yang kami buat untuk memberikan edukasi kepada warga setempat dalam mengolah limbah plastik yang ada di sekitar. Setelah dibuka oleh perangkat desa setempat, kami memberikan penyuluhan mulai dari pengenalan Ecobrick, pemanfaatan Ecobrick, hingga demonstrasi pembuatan Ecobrick. Warga Desa Semare terlihat antusias selama acara berlangsung. Ada puluhan warga yang turut hadir mengikuti penyuluhan dengan sek
sama hingga acara selesai.
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Sehari penuh berkegiatan tentu terasa lelah, namun ini belum waktunya merebahkan badan. Ada senyum polos dan permintaan dari anak-anak desa untuk minta dibelajari. Tidak ada dalam daftar agenda yang kami susun, tak ada pula dalam daftar agenda yang diminta pihak desa. Permintaan ini spontan dilakukan oleh anak-anak desa. Berbondong-bondong mereka membawa buku pelajaran, ada yang membawa buku ngajinya, ada juga yang membawa bola.
Waktu istirahat menjadi waktu bercengkerama dengan anak-anak desa. Ada yang belajar berhitung, menulis, mengaji, ada juga yang bermain bola. Suasana hangat menyelimuti malam di hari itu. Permintaan mereka sangat mulia dan tak mungkin kami mengelak hanya karena lelahnya badan. Semoga apa yang kami lakukan di malam ini menjadi penambah semangat mereka untuk menggapai cita-cita.
Mari Merdeka dari Sampah
Memperingati hari bumi dan hari lingkungan hidup sedunia tak afdol kalau tidak merdeka dari masalah no 1 negeri ini. Ya, merdeka dari sampah. Sebagai desa pesisir, Desa Semare tergolong desa yang cukup bersih. Mulai dari gapura desa hingga ke ujung desa dimana perahu nelayan bersandar, tidak terlihat tumpukan sampah dari sapuan pandangan mata. Namun ada satu titik dimana masih erat kaitannya dengan pemahaman budaya masyarakat setempat.
Ada sebuah pemahaman budaya yang masih erat melekat pada warga Desa Semare, yakni “popok bayi kalau dibakar nanti pantat bayi akan menghitam”. Hal inilah yang membuat masyarakat desa memilih tidak membakar sampah popok namun membuangnya ke sungai. Akan menjadi hal yang sulit jika mengajak warga desa untuk membersihkan sampah-sampah popok yang menumpuk di sungai. Sehingga kami mengajak anak-anak desa untuk kerja bakti membersihkan sungai serta mengedukasi mereka untuk tidak membuang sampah apapun di sungai.
Kontribusi dan Harapan
Perubahan yang besar membutuhkan peran dan waktu yang tidak sedikit. 2 hari melakukan kegiatan yang mengharapkan perubahan penuh adalah kemustahilan. Perlu waktu yang lebih untuk memulai, merubah, dan membiasakan mereka dalam sebuah perubahan, terlebih untuk merubah pemahaman budaya yang turun temurun dan telah lama mengakar kuat pada mereka.
Anak-anak adalah kuncinya. Bibit masa depan yang dalam proses bertumbuh harus dipupuk dengan kegiatan dan pemahaman yang baik. Merekalah yang akan melakukan perubahan. 2 hari adalah waktu yang lebih dari cukup untuk memulai perubahan pada mereka. Harapan kami, perubahan itu tidak berhenti dari memulai saja, melainkan akan terus bertumbuh dan mekar pada waktunya.
2 hari di Desa pesisir Semare, 2 hari yang penuh peluh dan cerita, namun jutaan rasa kasih dan cinta tertanam di hari itu. Banyak tangisan pecah mengiringi kepergian kami dari desa ini. Anak-anak terisak, begitupun kami yang akan kembali ke tempat asal. Diselanya banyak pertanyaan “kapan kembali lagi?”
Penulis : Muhammad Nurriyanto
.jpg)
Komentar
Posting Komentar